PENERAPAN ANALISIS LATEN KLAS UNTUK PENGELOMPOKAN INDIVIDU
PENERAPAN ANALISIS LATEN KLAS UNTUK
PENGELOMPOKAN INDIVIDU
(Studi Kasus: Pengelompokan Pasien Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) RSCM Jakarta)
(Applied
Latent Class Analysis to Cluster Individual)
Oleh : Bonifasius MH Nainggolan
Dosen STEIN, Jakarta
Abstract
This research
is aim to see the application of latent class analysis to cluster the measured
objects with qualitative and quantitative variable for the grouping of DD/DBD
patients based on clinical phenomena and comparing the result with the WHO
standard. The patients being researched
are 252 patients who have been declared to be DD/DBD positive from the medical
records of RSCM patients. By comparing the
result of clustering the DD/DBD patients using WHO standard and using the latent class analysis, it can be seen that the
patients in cluster 1 shows similarities
in the characteristics as the DD patients with WHO standard and cluster
2 and cluster 3 shows similarities with the DBD patients. The level of
similarities of the latent class model to cluster DD/DBD patients is quite
high, comparing it to the WHO standard.
From the high level of similarities, the latent class analysis can be
used as a device to cluster DD/DBD patients.
Based on clinical phenomena, a patient generally has got a greater
chance of becoming cluster 1 with DD characteristics, except for the patients
who have petekie, melena and having deltahematokrit
. In the latter
case patient has a greater chance to be cluster 2 with DBD characteristics.
Keywords: Latent Class Analysis, WHO
Standard, EM Algorithm, BIC,Local Independence
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Analisis gerombol (cluster
analysis) merupakan suatu metode pengelompokan satuan objek pengamatan
menjadi beberapa kelompok objek pengamatan
berdasarkan peubah-peubah yang dimiliki sedemikian hingga objek-objek
yang terletak dalam kelompok yang sama relatif lebih homogen dibandingkan
dengan objek-objek pada kelompok yang berbeda. Selama ini, penggerombolan yang
umum digunakan berbasis ukuran jarak sebagai basis penggerombolan, di mana peubah
pengamatannya merupakan peubah kuantitatif. Metode berbasis ukuran jarak ini
terdiri dari metode penggerombolan berhirarki, diantaranya: metode pautan
tunggal, metode pautan lengkap, metode pautan rataan, metode terpusat dan
metode Ward serta metode pengelompokan tak berhirakhi, diantaranya misalnya
metode K-rataan (Danerberg 1973).
Pada kasus-kasus tertentu,
individu/ objek pengamatan diukur dengan peubah kualitatif, baik dengan skala nominal
maupun ordinal. Pada data tersebut, penggerombolan dengan metode klasik
seperti K-rataan atau metode lain yang
telah disebutkan sebelumnya kurang tepat diterapkan. Hal ini dapat memberikan
hasil penggerombolan yang keliru
sehingga menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat. Terdapat metode lain untuk
menggerombolkan individu dengan peubah kualitatif (kategorik) adalah dengan Analisis
Laten Klas (Latent Class Analysis)
yang selanjutnya disingkat dengan ALK.
ALK merupakan suatu teknik statistik untuk analisis dari data kategorik, di mana
objek-objek diasumsikan sebagai milik
dari salah satu himpunan k-laten klas,
dalam hal ini banyaknya klaster/gerombol dan ukurannya tidak diketahui
sebelumnya. ALK menggambarkan hubungan antara suatu himpunan peubah pengamatan dengan
peubah laten. Kategori dari peubah laten disebut laten klas atau klaster.
ALK pertama sekali diperkenalkan oleh Lazarfeld
dan Henry (1968) untuk peubah dikotomous.
Pada model ALK penggerombolan objek dimungkinkan dilakukan pada peubah campuran, mencakup peubah kategori
(nominal dan ordinal) dan peubah kontinu ( Vermunt & Magidson 2001). Oleh karena itu penerapan ALK
untuk mengelompokan individu dengan peubah kategori maupun peubah kontinu menjadi suatu hal yang perlu dan menarik
untuk dikaji.
Demam Dengue (DD)
adalah penyakit febris-virus akut, dengan
gejala minimal dua dari gejala sebagai berikut: sakit kepala, nyeri retro-orbital (nyeri sekitar leher), mialgia (pegal-pegal), artralgia (nyeri sendi tulang), ruam,
manifestasi perdarahan, leucopenia
(WHO 1997). Demam Berdarah Dengue (DBD) suatu penyakit yang lebih parah dari
DD, yang ditandai oleh gejala utama: demam,
atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik, ditambah
dengan kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut:
tes tourniket positif, petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain, hematemesis atau melena. Selain dari pada itu kadar trombosit penderita kurang atau
sama dengan 100.000 sel per mm3, terjadinya peningkatan hematokrit
lebih besar atau sama dengan 20% di atas
rata-rata usia, jenis kelamin, dan populasi dan penurunan hematokrit setelah tindakan
penggantian volume lebih besar atau sama
dengan 20% data dasar (WHO 1997).
Selama ini
pengelompokan pasien DD/ DBD hanya berdasarkan standar WHO (World Health Organization)
dengan cukup banyak peubah yang mencirikan gejala. Penerapan teknik-teknik
statistika memungkinkan untuk menganalisis pengelompokan pasien yang diukur
dengan peubah kualitatif dan kuantitatif yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai pembanding.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Menerapkan ALK untuk penggerombolan objek yang diukur
dengan peubah kualitatif dan
kuantitatif.
2.
Menyusun model dengan ALK pada kasus pasien yang terkena DD/DBD berdasarkan beberapa gejala klinis.
3.
Membandingkan hasil model ALK dengan hasil pengelompokkan
menurut standar WHO dalam pengelompokkan pasien DD/DBD.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan
data rekam medis pasien yang diduga menderita DD/DBD dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta tahun 2008. Data pasien yang diteliti
sebanyak 252 pasien yang dinyatakan positip menderita DD/DBD, yang dikumpulan
pada bulan April–Mei 2009. Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini
antara lain: sakit kepala (
pegal-pegal (
, nyeri sendi tulang (
, rumple leede (
, bintik merah (
, mimisan(
, buang air besar hitam (
, leukosit di bawah normal (
, perubahan kadar hematokrit (delta
hematokrit)
dan kadar trombosit terendah (
di dalam darah. Peubah
sampai
dengan
merupakan
peubah kategori (0= tidak; 1=ya),
(1<5000, 0
5000) sedangkan peubah
dan
merupakan
peubah kontinu hasil pengukuran laboratorium. Perangkat
lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah microsoft excel, SPSS versi 15
dan Latent Gold versi 4.0.
Metode
Tahapan yang
dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.
Mengumpulkan
rekam medis pasien yang dinyatakan positip DD/ DBD di RSCM.
2.
Menyusun data
pasien dari hasil rekam medis.
3.
Mengelompokkan
pasien menjadi kategori DD/ DBD berdasarkan standar WHO (1997) dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pasien termasuk kategori
Demam Dengue (DD): Minimal ada 2 dari
berdasarkan gejala klinis dan hasil
tes laboratorium (leukosit) dinyatakan menderita positip (ya=1) dan
dan
, di mana
b. Pasien termasuk kategori
Demam Berdarah Dengue (DBD): Minimal ada
2 dari
berdasarkan gejala klinis dan hasil
tes laboratorium (leukosit) dinyatakan positip (ya=1) dan
dan
c. Di luar ketentuan pasien tidak termasuk DD maupun DBD.
4.
Analisis deskripsi
data pasien berdasarkan usia pasien,
lama pasien menderita demam sebelum masuk rumah sakit, lama pasien dirawat di
rumah sakit.
5.
Menerapkan ALK
untuk mengelompokan pasien di RSCM
berdasarkan model:
a.
Peubah Biner, untuk
peubah ini diambil nilai 0 dan 1 yang mengikuti sebaran Bernoulli berganda dengan
sebaran peluang:
b.
: Peubah kuantitatif (Normal): Fungsi
sebaran peluang bergandanya adalah:
Metode utama menduga
parameter-parameter pada ALK adalah Maximum
Likelihood (ML) dan metode Newton Raphson.
Fungsi log-likelihood yang disyaratkan pada pendekatan ML dapat diturunkan dari
fungsi kepadatan peluang yang mendefenisikan model. Vektor indikator yan tidak
diketahui dari K klaster memiliki bentuk
likelihood lengkap seperti berikut:
Dinotasikan
dengan
dan zik =1 jika xi
muncul dari klaster k, zik=0 untuk lainnya. Log likelihood lengkap
di atas dimaksimumkan menggunakan EM algoritma (Ekspektasi Maksimum) dengan
kendala
. Persamaan EM dari
bentuk log likelihood dengan titik awal
Setiap lingkaran algoritma EM terdiri dari
dua langkah, yaitu pada langkah ekspektasi (E) dan pemaksimalan (M), dengan
tahapan:
1) Defenisikan nilai awal
2) Hitung
3) Tahapan E: Dihitung
di mana
adalah peluang
bersyarat yang menyatakan
muncul dari K, di mana:
4)
Tahapan M: Disesuaikan penduga parameter yang baru:
Pendugaan peluang bersyarat yaitu xi=1
klaster K peubah biner:
Penduga parameter untuk peubah
kuantitatif (normal) :
Rataan
dari klaster K:
Varians
(diasumsikan konstan) pada setiap klaster:
Ulangi
tahap 2 dan 3 sampai konvergen
5) Pada saat EM algoritma telah memiliki solusi yang
optimal, program dialihkan ke metode Newton-Raphson,
yang dimulai dari suatu himpunan parameter
.
Pada setiap iterasi,
dinotasikan sebagai vektor gradien dari fungsi
log likelihood ke semua parameter yang dievaluasi pada
. H adalah matrik Heissian yang berisi turunan kedua dari seluruh parameter dan
adalah skalar yang menotasikan ukuran tahapan. Lebih tepat, ketika suatu
standar Newton-Raphson disesuaikan
menghasilkan suatu penurunan dari log
likelihood, tahapan ukuran dikurangi hingga tidak panjang. Matriks
dievaluasi sampai menghasilkan
akhir.
7. Menetapkan jumlah klaster dengan mengacu pada nilai
BIC (Bayesian Information Criterion) (Fraley & Raftery 1998), dengan formulasi:
N adalah banyaknya pengamatan, dan M
adalah jumlah parameter, LL adalah log-likelihood.
8. Memeriksa Asumsi Kebebasan Lokal: Asumsi kebebasan lokal
pada model ALK dipenuhi jika nilai BVR<3.84 (Vermunt & Magidson 2005). Untuk memodifikasi model agar
memiliki pendekatan lebih baik dibanding model dasar apabila nilai BVR tidak terpenuhi dilakukan dengan
menambahkan satu atau lebih pengaruh langsung (direct effect)
9.
Membandingkan hasil pengelompokan antara ALK dengan
hasil WHO.
10. Menunjukkan
besaran peluang posterior dan keanggotaan klaster setiap pasien/objek pada model dengan ALK
11.
Menentukan peluang keanggotaan pasien antar klaster
berdasarkan gejala klinis dengan ALK.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Menurut standar WHO (1997), ke 252 pasien tersebut
diklasifikasikan 161 orang (63.89%) penderita DD, 76 orang (30.16%) penderita
DBD, 15 orang (5.95%) pasien tidak termasuk DD maupun DBD (Non DD/DBD). Tabel 1
menginformasikan bahwa usia rata-rata pasien non DD/
DBD lebih tinggi dari 2 kelompok lain (28.27 tahun). Lama demam pasien sebelum masuk rumah sakit antar ke-3
kelompok pasien tersebut relatif sama, yaitu sekitar 4 hari. Pasien penderita DBD lebih lama menjalani perawatan di
rumah sakit dibandingkan dengan dua
kelompok lain, lama perawatan di rumah sakit penderita DBD rata-ratanya adalah
7.58 hari.
Tabel
1 Statistik Deskriptif Pasien DD, DBD dan Non DD/ DBD RSCM
Keterangan
|
DD
|
DBD
|
Non DD/ DBD
|
Usia (tahun)
|
|
|
|
|
26.59
|
26.37
|
28.27
|
|
5.01
|
8.51
|
14.60
|
Lama Demam (hari)
|
|
|
|
|
4.17
|
4.20
|
4.07
|
|
1.19
|
1.42
|
1.39
|
Lama Perawatan (hari)
|
|
|
|
|
6.17
|
7.58
|
4.67
|
|
2.07
|
3.13
|
1.23
|
Analisis Laten Klas untuk Pengklasteran Pasien
DD/ DBD RSCM
Tabel 2
menyajikan berbagai variasi model ALK dengan seluruh peubah berdasarkan jumlah
klaster. Dari hasil pemeriksaan nilai BIC pada model 6 klaster awal diperoleh
informasi bahwa nilai BIC pada model 1 sampai 3 klaster mengalami penurunan,
pada model 4 sampai 6 klaster nilai BIC kembali mengalami peningkatan. Dengan
demikian nilai BIC terkecil ditemukan pada model 3 klaster (BIC=6218.6677).
Langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan gangguan kebebasan lokal pada model 3 klaster dengan melakukan alternatif
pengaruh
langsung (direct effect) pada pasangan peubah dengan BVR terbesar, yaitu
nyerisenditulang dan pegal-pegal, sehingga diperoleh model terbaik adalah model
9 dengan BIC =6188.8418 setelah melalui 3 kali proses pengaruh langsung, yaitu:
model 3 klaster+pengaruh langsung nyerisenditulang*pegal-pegal
(3-klaster+1pengaruh langsung), model 3 klaster+2pengaruh langsung dengan nilai
BIC=6191.6545, dan model 3 klaster + 3 pengaruh langsung dengan BIC=6188.8418.
Dari hasil pemeriksaan, pada model 9 tidak ditemukan adanya gangguan kebebasan
lokal.
Tabel
2 Hasil
Analisis Klaster dengan seluruh peubah
No Model
|
Model
|
LL
|
BIC(LL)
|
AIC(LL)
|
Npar
|
|||
1
|
1-Klaster
|
-3237.5166
|
6541.3864
|
6499.0332
|
12
|
|||
2
|
2-Klaster
|
-3054.1986
|
6246.6330
|
6158.3973
|
25
|
|||
3
|
3-Klaster
|
-3004.2747
|
6218.6677
|
6084.5494
|
38
|
|||
4
|
4-Klaster
|
-2973.0568
|
6228.1144
|
6048.1136
|
51
|
|||
5
|
5-Klaster
|
-2952.9813
|
6254.8051
|
6028.9217
|
64
|
|||
6
|
6-Klaster
|
-2935.4284
|
6296.6128
|
6024.8468
|
77
|
|||
7
|
3-Klaster+1 pengaruh langsung
|
-2993.5726
|
6202.7929
|
6065.1452
|
39
|
|||
8
|
3-Klaster+2pengaruh langsung
|
-2985.0387
|
6191.2545
|
6050.0773
|
40
|
|||
9
|
3-Klaster+3pengaruh
langsung
|
-2981.0676
|
6188.8418
|
6044.1352
|
41
|
|||
10
|
3-Klaster+4 pengaruh langsung
|
-2979.1807
|
6190.5975
|
6042.3614
|
42
|
|||
Perbandingan klasifikasi pasien DD/DBD RSCM antara
standar WHO dengan Analisis Laten Klas
Dengan membandingkan hasil antara standar WHO dengan ALK
untuk mengelompokan pasien penderita DD dan DBD, pasien pada klaster 1
hasil ALK menggambarkan ciri-ciri
penderita DD pada standar WHO seperti disajikan pada Tabel 3. Ini dapat
diketahui dari adanya kesamaan ciri-ciri keduanya seperti gejala sakit kepala,
pegal-pegal, nyeri sendi tulang, pendarahan rumple leed, bintik merah, mimisan,
BAB hitam, maupun kadar Leukosit dalam
darah. Pasien yang Non DD/ DBD juga dicirikan oleh klaster 1 pada ALK.
Tabel
3 Perbandingan klasifikasi pasien DD/DBD RSCM
antara standar WHO dengan Analisis Laten Klas
|
Standar WHO (%)
|
Analisis Laten Klas (%)
|
||||||||||
|
DD
|
DBD
|
Non DD/DBD
|
Klaster 1
|
Klaster 2
|
Klaster 3
|
||||||
Ukuran Klaster
|
63.89
|
30.16
|
5.95
|
62.70
|
27.80
|
9.49
|
||||||
Indikator
|
|
|
|
|
||||||||
|
||||||||||||
T
|
20.50
|
5.26
|
33.33
|
22.35
|
9.36
|
0.51
|
||||||
Y
|
79.50
|
94.74
|
66.67
|
77.65
|
90.64
|
99.49
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
36.65
|
17.11
|
20.00
|
37.19
|
12.41
|
31.48
|
||||||
Y
|
63.35
|
82.89
|
80.00
|
62.81
|
87.59
|
68.52
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
36.65
|
18.42
|
33.33
|
37.16
|
27.27
|
0.76
|
||||||
Y
|
63.35
|
81.58
|
66.67
|
62.84
|
72.73
|
99.24
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
83.23
|
84.21
|
100.00
|
85.23
|
80.29
|
92.26
|
||||||
Y
|
16.77
|
15.79
|
0.00
|
14.77
|
19.71
|
7.74
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
60.87
|
7.89
|
100.00
|
69.17
|
13.52
|
0.94
|
||||||
Y
|
39.13
|
92.11
|
0.00
|
30.83
|
86.48
|
99.06
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
93.79
|
92.11
|
100.00
|
94.48
|
91.94
|
93.15
|
||||||
Y
|
6.21
|
7.89
|
0.00
|
5.52
|
8.06
|
6.85
|
||||||
|
||||||||||||
T
|
98.14
|
93.42
|
93.33
|
98.07
|
95.47
|
88.43
|
||||||
Y
|
1.86
|
6.58
|
6.67
|
1.93
|
4.53
|
11.57
|
||||||
|
||||||||||||
|
13.04
|
9.21
|
20.00
|
13.02
|
11.78
|
9.09
|
||||||
|
86.96
|
90.79
|
80.00
|
86.98
|
88.22
|
90.91
|
||||||
|
||||||||||||
Mean
|
10.89
|
39.70
|
9.60
|
10.48
|
27.07
|
57.41
|
||||||
|
||||||||||||
Mean
|
48.80
|
32.31
|
114.47
|
56.72
|
38.58
|
14.74
|
||||||
Klaster 2 dan
klaster 3 pada ALK mencirikan penderita DBD pada standar WHO, hal ini
dibuktikan dengan adanya kesamaan ciri mulai dari sakit kepala, pegal-pegal,
nyeri sendi tulang, rumple leed, bintik merah, mimisan, BAB hitam, dan
Leukopenia.
Kesesuaian hasil klaster ALK untuk mengelompokan
pasien DD/ DBD dengan standar WHO yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
pasien DD dan klaster 1 ada 153 pasien (60.71%), pasien non DD/DBD dan klaster
1 ada 15 pasien (5.95%) sedangkan pasien DBD dan klaster 1 tidak ada. Pasien DD
dan klaster 2 ada 8 pasien (3.17%), pasien DBD dan klaster 2 ada 57 pasien
(22.62%), sedangkan non DD/DBD dan klaster 2 tidak ada. Pasien klaster3 dan DBD
ada 19 pasien (7.54%)
Jika jumlah pasien klaster1, 2 dan 3 disesuaikan
berdasarkan pengelompokan standar WHO ditemukan bahwa dari 168 pasien pada
klaster 1, (91.07%) merupakan pasien DD dan 15 pasien (8.93%) penderita non DD/
DBD, dan tidak ada pasien (0%) pada klaster 1 penderita DBD. Dari 65 pasien
yang masuk kelompok klaster 2, 8 pasien (12.31%) merupakan pasien DD, 57 pasien
(87.69%) merupakan pasien DBD, sedangkan yang masuk kriteria non DD/ DBD tidak
ada. Dari hasil pemeriksaan lanjutan, 8 pasien yang masuk kriteria DD pada
klaster 2 adalah pasien yang memiliki deltahematokrit mendekati 20% selama
menjalani rawat inap. Pada klaster 3, dari 19 pasien yang ada seluruhnya adalah
pasien penderita DBD. Tingkat kesesuaian klaster 1 untuk mengelompokan pasien
DD (91.07%), klaster 2 mengelompokan pasien DBD (87.69%), dan klaster 3
seluruhnya penderita DBD.
Tabel
4: Kesesuaian keanggotaan klaster antara standar WHO dengan ALK
|
Standar
WHO
|
Total
|
|||
DD
|
DBD
|
Non
DD/DBD
|
|||
ALK
|
Klaster
1
|
153
(60.71%)
|
0
(0%)
|
15(5.95)
|
168(66.67%)
|
Klaster
2
|
8(3.17%)
|
57
(22.62%)
|
0
(0%)
|
65(25.79%)
|
|
Klaster
3
|
0
(0%)
|
19(7.54%)
|
0
(0%)
|
19(7.54%)
|
|
Total
|
161(63.89%)
|
76
(30.16%)
|
15
(5.85%)
|
252
(100%)
|
Peluang antar klaster pasien dengan Analisis Laten
Klas
Peluang seorang
pasien menjadi anggota klaster disajikan pada Tabel 5. Gambar 1 dan 2 menggambarkan
kesesuaian koordinat Barycentrik yang ditunjukkan model ALK untuk 3 klaster.
Titik-titik pada Gambar 1 umumnya berada pada dimensi horizontal dari gambar
yang sebarannya memiliki kecenderungan ke klaster 1, ini memberikan informasi
peluang pasien anggota klaster 1 lebih
besar dibandingkan klaster 2 dan klaster 3. Bagian sebelah kiri vertikal pada Gambar
1 cenderung kosong memberikan arti pasien yang menjadi anggota klaster 3 jauh
lebih kecil dibandingkan lainnya.
Pasien yang merasakan gejala sakit kepala, cenderung
ke klaster 1 (58.49%). Hal yang sama terjadi pada pasien yang merasakan
pegal-pegal, nyeri sendi tulang dan mengalami pendarahan rumple leed. Dari Gambar
1, pasien yang merasakan sakit kepala dan nyeri senditulang posisinya saling
berdekatan, keduanya berada di atas garis horizontal dan mendekati titik pusat
gambar yang memiliki kecenderungan ke klaster 1, tetapi masih ada menyebar ke
klaster 2 dan 3.
Pasien yang merasakan pegal-pegal, mimisan dan rumple leed pada Gambar 1 dan 2 posisinya
saling berdekatan, di atas garis horizontal gambar. Pasien yang mengalami
gejala ini memiliki kecenderungan ke klaster 1. Pasien yang tidak mengalami
rumple leed dan mimisan peluangnya relatif sama ke klaster 2 dan 3. Pasien yang
mengalami pendarahan bintik merah peluangnya lebih besar ke klaster 2
(45.57%). Dari sisi grafik, pasien yang
mengalami bintik merah di badan berada di atas garis horizontal dan mengarah ke
sebelah kanan Gambar 1, artinya pasien ini cenderung ke klaster 2. Pasien yang tidak mengalami pendarahan bintik
merah, peluangnya ke klaster 1 adalah 92.06 %, informasi ini memberikan arti
bahwa pasien yang tidak mengalami pendarahan bintik merah peluangnya kecil ke
klaster 3, jika dilihat pada Gambar 1, pasien yang tidak mengalami bintik merah
tepat berada pada garis horizontal yang mendekat ke klaster 1.
Pasien yang mengalami BAB hitam cenderung memiliki
peluang yang sama ke-3 klaster. Peluang terbesar BABhitam adalah ke klaster 2
(35.40%). Gambar 2 menyajikan pasien
yang mengalami BABhitam cenderung mengarah ke tengah gambar, artinya
peluang pasien tersebut cenderung sama kepada ketiga klaster. Pasien yang mengalami
Leukopenia, peluang ke klaster 1 (62.19%) lebih besar dibanding dua klaster
lainnya.
Tabel
5 : Peluang antar klaster pasien dengan Analisis
Laten Klas
|
Standar WHO (%)
|
Analisis Laten Klas (%)
|
||||
DD
|
DBD
|
Non DD/DBD
|
Klaster1
|
Klaster2
|
Klaster3
|
|
Seluruhnya
|
63.89
|
30.16
|
5.95
|
62.70
|
27.80
|
9.49
|
Indicator
|
||||||
|
||||||
T
|
78.57
|
9.52
|
11.90
|
84.25
|
15.59
|
0.16
|
Y
|
60.95
|
34.29
|
4.76
|
58.40
|
30.24
|
11.36
|
|
||||||
T
|
78.67
|
17.33
|
4.00
|
78.43
|
11.52
|
10.05
|
Y
|
57.63
|
35.59
|
6.78
|
56.05
|
34.70
|
9.26
|
|
||||||
T
|
75.64
|
17.95
|
6.41
|
75.39
|
24.51
|
0.10
|
Y
|
58.62
|
35.63
|
5.75
|
57.03
|
29.28
|
13.70
|
|
||||||
T
|
62.91
|
30.05
|
7.04
|
63.23
|
26.40
|
10.37
|
Y
|
69.23
|
30.77
|
0.00
|
59.85
|
35.46
|
4.69
|
|
||||||
T
|
82.35
|
5.04
|
12.61
|
92.06
|
7.88
|
0.06
|
Y
|
47.37
|
52.63
|
0.00
|
36.52
|
45.57
|
17.91
|
|
||||||
T
|
63.98
|
29.66
|
6.36
|
63.26
|
27.29
|
9.44
|
Y
|
62.50
|
37.50
|
0.00
|
54.45
|
35.30
|
10.25
|
|
||||||
T
|
65.02
|
29.22
|
5.76
|
63.78
|
27.52
|
8.70
|
Y
|
33.33
|
55.56
|
11.11
|
33.78
|
35.24
|
30.99
|
|
||||||
|
67.74
|
0.22.58
|
9.68
|
66.38
|
26.63
|
6.99
|
|
63.35
|
0.31.22
|
5.43
|
62.19
|
27.96
|
9.85
|
|
||||||
2.244 - 13.67
|
91.27
|
00.00
|
8.73
|
94.59
|
5.32
|
0.08
|
13.75 - 191.8
|
36.51
|
60.32
|
3.17
|
31.02
|
50.21
|
18.77
|
|
||||||
2-41
|
57.14
|
42.86
|
00.00
|
47.08
|
34.01
|
18.91
|
42 – 137
|
70.63
|
17.46
|
11.90
|
78.45
|
21.55
|
00.00
|
Gambar
2 memberi informasi, pasien yang mengalami leukopenia berada di atas
horizontal, mengarah ke sebelah kiri dan berdekatan dengan titik pusat gambar,
begitu juga terjadi pada pasien yang tidak mengalami leukopenia, berarti pasien
yang mengalami leukopenia peluangnya paling besar ke klaster 1.
Gambar 1: Koordinat Baricentrik model dengan tiga
klaster peubah
Dari perubahan deltahematokrit pasien, tabel 5
menginformasikan pasien dengan deltahematokrit 13.75-191.8% memiliki peluang
lebih besar ke klaster 2 (50.21%). Pasien dengan deltahematokrit 2.244-13.67%
peluangnya ke klaster 1 adalah 94.59%,
sedangkan peluangnya ke klaster 3 tidak ada, berarti pasien dengan ciri-ciri tersebut umumnya
berada pada klaster 1.
Gambar 2: Koordinat Baricentrik model dengan tiga
klaster peubah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pengelompokan pasien klaster 1 dari hasil ALK memiliki
ciri-ciri yang mirip dengan penderita DD berdasarkan standar WHO, klaster 2 dan
klaster 3 memiliki ciri-ciri yang mirip dengan penderita DBD.
Tingkat kesesuaian model ALK untuk pengelompokan
penderita DD/ DBD cukup tinggi dengan dengan standar WHO. Dari tingginya
tingkat kesesuaian tersebut, model ALK dapat digunakan sebagai salah satu alat
untuk mengklaster penderita DD/DBD.
Berdasarkan gejala klinis pasien, umumnya pasien
memiliki peluang lebih besar menjadi anggota klaster 1 yang mencirikan DD,
kecuali pasien yang mengalami bintik merah, BAB hitam dan deltahematokritnya
memiliki peluang lebih besar ke klaster 2 yang
mencirikan DBD.
Saran
Perlu ada kajian lanjutan untuk membandingkan hasil
klaster antara ALK dengan model klaster klasik pada pasien DD/ DBD untuk
pengelompokan individu dan membandingkan kesesuaian hasilnya dengan standar
WHO.
Perlunya pengkajian yang berkaitan dengan kombinasi
gejala klinis pasien DD/ DBD untuk menentukan peluang keanggotaan individu/
objek pada klaster.
DAFTAR
PUSTAKA
Damien
Tessier, TAO, Marc Schoenauer, TAO, Christophe Bienarcki. 2006, Evolutionary Latent Class Clustering of
Qualitative Data, Unite de recherche INRIA Futurs Parc Club Orsay
Universite, ZAC de Vignes, 4, rue Jacques Monod, 91893 ORSAY Cedex (France).
Danerberg,
M.R, 1973, Cluster analysis for
applications, New York: Academic Press.
Dempster
A., Laird N, Rubin 1977, Maximum
likelihood from incomplete observations, Jo R Stat Soc: Ser B 39: 1-38.
Drew A.
Linzer dan Jeffrey B. Lewis, PoLCA: An R
Package for Polytomous Variable Latent Class Analysis, Journal of
Statistical Software, Volume VV, Issue II
Fraley C
and Raftery A. E. 1998., How many
cluster? Which clustering method? Answer via Model based cluster analysis,
Technical Report No. 329. Department of Statistics University of Washington.
Hagenaars
J. A. 1988. Latent Structure Models with
directs effects between indicators, Local dependence models, Sociological
Methods & Research.
Johnson,
R. A. dan Wichern, D. W. 1998. , Applied
Multivariate Statistical Analysis, 4th Edition, New Jersey: Prentice Hall.,
Lazarsfeld,
P.F dan Henry, N. W.1968., Latent
structure analysis, Boston: Houghton Mifflin.
Moustaki
I dan Papageorgiou I. 2004., Latent Class Models for Mixed Variables with
application in Archaeometry, Computational Statistics & Data Analysis,
Elsevier.
Pardede
T. 2002., Perbandingan Metode Berbasis
Model (Model-Based) dengan Metode Ward dan Metode K-rataan dalam Analisis
Gerombol,[Tesis]. Bogor:, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Reunanen
E dan Suikkanen E.1999., Latent Class Analysis: Wandering in Latent Space, Universitat Konstantz, Konstantz,
Germany.
Snellman
Marja 2008., Case Defenition of
Pneumococcal Pneumonia A Latent Class Analysis Approach, KTL-National
Public Health Institute, Finland, Department of Vaccines Clinical unit
Vermunt
J. K dan Magidson J. 2001., Latent Class Models, Statistical Innovations,
Inc. Belmont.
Vermunt
J. K dan Magidson J. 2002. , Latent Class
Cluster Analysis. In J.A Hagenaars & A.L. Mc Cutcheon (Eds), Applied Latent
Class Analysis, Cambridge, U.K: Cambridge University Press.
Vermunt
J. K dan Magidson J. 2002. Nontechnical Introduction to Latent Class
Models, Statistical Innovations White Paper.
Vermunt
J. K dan Magidson J. 2005., Technical
Guide for Latent GOLD 4.0: Basic dan Advanced, Statistical Innovations Inc.
Vermunt
J. K dan Magidson J. 2005., Latent Gold
4.0 User’s Guide, Statistical Innovations Inc.,
[WHO]
World Health Organization 1997, Dengue
Haemorrihagic Fever:Diagnosis, treatment, prevention and control. Monica
Ester, penerjemah; Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar